An Impulsive Neophyte

Thursday, February 16, 2006

Mengkritiklah Dengan Cinta (Psikologi kritikan pria dan wanita)

Ma'af sebelumnya pabila artikel ini kurang pas, tapi najyb rasa sangat sayang untuk dilewatkan :) semoga bermanfaat...
=====================================================================
Bagi pasangan yang baru menikah, tentu ada beberapa hal "mengejutkan" dari pasangan. Ada sifat dan kebiasaan yang ternyata sama sekali tidak kita ketahui sebelumnya.


Si dia sering membuang handuk sembarangan, malas menutup pintu, lebih suka menonton tv padahal kita sedang sibuk membereskan rumah, dan sebagainya. Kesal dan kaget pastinya, namanya saja baru penyesuaian. Diberi tahu dengan halus tidak mempan, dikritik ujung-ujungnya bertengkar. Jadi seharusnya bagaimana nih ?

Kritik seringkali menjadi penyebab pudarnya rasa cinta dan kepercayaan di antara pasangan. Selain membuat perasaan jadi down, orang yang terus menerus dikritik oleh pasangannya lama kelamaan akan marah dan cenderung defensif. Tapi munculnya kritik adalah suatu hal yang tidak bisa dihindarkan dalam sebuah hubungan, masalahnya adalah bagaimana kita menghadapi kritik karena itu berpengaruh pada sebuah hubungan yang sehat.

Pria dan wanita biasanya mengkritik untuk alasan yang berbeda. Pria mengkritik istrinya dengan maksud "menempatkan wanita di posisinya" karena mereka tidak suka kehilangan kekuasaan dan penghargaan dalam hidupnya, karena itu mereka "menyerang" istrinya. Ada pula sebagian orang yang melakukan kritik sebagai pelampiasan frustasi dan masalah. Pria takut jika merasa lemah dan "feminin", maka mereka menekan wanita untuk menunjukkan kuasanya.
Kritik seperti ini adalah bentuk kekerasan dan tentu saja sama sekali tidak bisa diterima. Seharusnya seorang suami punya alasan kuat dalam melontarkan kritik dan mengetahui efeknya dalam pernikahan. Secara psikologis, pria mengkritik karena mereka tidak mau mengakui kelemahannya.

Lalu bagaimana dengan wanita ? Wanita mengkritik untuk melukai pasangannya karena mereka merasa disakiti dan tidak dihargai. Kata-kata yang tajam adalah senjata yang sering dipakai para wanita, meski sebenarnya mereka mengkritik atau mengomel untuk membantu pasangannya. Dan tentu saja para pria tidak menangkap masksudnya, yang pria pikir adalah istrinya mengkritik karena ingin mengubahnya, dan tak ada seorang pun yang mau dipaksa berubah. Karena merasa sering mendapat kritik negatif dari istrinya pria akan merasa malu dan marah, bahkan tidak mau mendengar kritik sama sekali. Akibatnya, para istri akan semakin frustasi dan mengomel kepada suaminya.

Ingin dihargai

Yang pria pikirkan tentang sebuah pernikahan ideal adalah lebih banyak seks dan sedikit mungkin kritik. Sebenarnya ada hal dasar di balik keinginan itu, pria hanya ingin pasangannya menghargai apa yang mereka lakukan. Seorang pria ingin merasa apa yang dilakukannya membuat pasangannya bahagia, karena hal itu bisa membuatnya merasa berguna bagi istri dan keluarganya.

Sayangnya yang sering pria dengar adalah keluhan dari istri karena suaminya tidak bisa menyenangkannya, bahkan dalam urusan pekerjaan rumah tangga. Semua orang, termasuk pria tak pelak memang butuh berubah untuk menjadi lebih baik, tetapi coba pikirkan hal ini : berapa banyak wanita untuk berusaha mengubah pasangannya ? mungkin lebih dari 90 persen. Sebaliknya dengan para pria, hanya sedikit suami yang ingin istrinya berubah. Pria biasanya berpikir, "istri saya memang tak suka dandan, tetapi saya mencintainya". Jika seorang suami memberi kritik itu bukan untuk mengubah sang istri, tetapi hanya untuk menyinggungnya.

Di lain pihak, para wanita melihat kesalahan pasangannya dengan jelas dan berusaha memperbaikinya. Bahkan saat masih pengantin baru pun, si istri sudah merencanakan sesuatu untuk mengubah kebiasaan suami yang tidak disukainya. Singkatnya, banyak wanita yang menganggap pernikahan sebagai sebuah proyek raksasa.

Jika seorang suami cukup pintar, ia akan mendengarkan semua kritik membangun, dalam pikiran suami tadi ; istri saya lebih mengenal saya dan dia tahu apa yang salah pada diri saya. Sisi baik dari menjadi pendengar yang baik dan melakukan saran yang dikatakan si istri, hubungan dengan istri tetap hangat sekaligus menjadi suami yang lebih baik.

Untuk mendapat posisi ideal seperti itu, tugas dari istri adalah bersikap jujur dan memberi kritik yang membangun, sekaligus meyakinkan pasangan bahwa ia tetap mencintai suami tanpa syarat. Tidak ada yang salah dengan kritik yang membangun, tetapi tetaplah diingat bahwa pria biasanya mau berubah jika ia merasa dicintai dan diterima apa adanya.


Jika si dia adalah orang yang tidak bisa menerima kritik, langkah berikut bisa Anda coba :

- Untuk mengganti kritik, buatlah permintaan sederhana. Katakan permintan Anda dengan jelas dan jelaskan bahwa perubahan yang diinginkannya sangat berarti buat Anda.

- Setelah mengatakan apa yang Anda minta, mundur satu langkah dan berikan kebebasan padanya. Pria adalah mahluk yang senang merasa mandiri dan merdeka. Jangan memberikan target waktu untuk perubahannya.

- Sampaikan kritik seolah Anda meminta bantuan, misalnya dengan mengatakan "sayang, rumah kita jadi berantakan sekali, gimana membereskannya ? Ingat, sumber masalahnya bukan suami Anda, tetapi pekerjaan membereskan rumah atau mengasuh bayi. Mintalah pendapatnya dan minta bantuan secara personal untuk mengurangi beban pekerjaan Anda di rumah.

- Diskusikan persoalan-persoalan rumah tangga dengan santai, tidak perlu sampai ada pertemuan khusus agar ia tidak merasa dihakimi dan diberi beban kewajiban. Jika Anda memaksanya berbicara tentang hal ini secara khusus ia akan membela diri dan berakhir dengan perang mulut.

- Terakhir, jangan memberi kritik untuk membuat pasangan merasa direndahkan. Menghargai apa yang sudah dia kerjakan daripada mengomel untuk hal yang tidak ia lakukan. (An)

2 Comments:

  • At Thursday, February 16, 2006 7:50:00 AM, Anonymous Anonymous said…

    wah najib hampir jam 2 pagi masih ngepost? topiknya mengejutkan pula.. :) tapi jika kita tarik hikmahnya, sebenernya ini topik yg cukup aplikatif, ilmu itu diperlukan u/ semua hal, termasuk dalam penyampaikan pendapat. nggak hanya dalam konteks suami-istri seperti di artikel ini, tapi juga anak-ortu, adik-kakak, antar teman, murid-guru, semuanya. idealnya kritik yang membangun dapat kita sampaikan dengan baik, dengan cinta (dan hal2 lain pun harus kita sampaikan pada waktu dan dengan cara yang tepat).



    Tapi saya masih belum bisa tuh kayaknya hehe. Harus belajar :)

     
  • At Tuesday, February 21, 2006 7:02:00 PM, Blogger Ainun Najib said…

    :-) huhuhu betul juga... memang shulid

     

Post a Comment

<< Home