An Impulsive Neophyte

Tuesday, January 24, 2006

The MRT Stories

assalamualaikum wr wb..

bismillah...

senja ini, ada sesuatu yg berbeda yang saya sadari. sejak hampir 1,5 bulan saya mencari tangguh di sudut riuh Singapura, dan 1,5 minggu ini setiap hari saya bersandar pada MRT (kereta bawah tanah walau kadang di atas tanah juga), ada beberapa yang saya sadari:

* MRT selalu membawa banyak cerita. terkadang, melihat barisan tiang di sepanjang lorong kereta dapat membuat saya termenung. ada suasana yang dingin namun semoga memperkuat. dulu, ketika masih bersekolah dan mobilitas lebih tak terduga, memperhatikan orang2 di dalam kereta menjadi kegiatan yang membunuh jenuh. melihat anak2 kecil yang bercanda. remaja2 berpakaian aneh yang pasti serasa paling keren sedunia. orang2 tua menenteng barang2 besar tanpa ditemani anak2 mereka. dan banyak lagi tingkah polah warga singapura yang setia MRT.

tapi sekarang, saya tersadar yang saya temui adalah itu dan itu lagi. subuh, saya akan temui siswa2 berseragam, yang wanita berkuncir kuda dan memakai bando. yang laki2 berambut cepak atau landak. di dalam bis, saya akan temui pekerja2 bangladesh. saat petang, saya akan bergabung dengan kelompok kuli kantor yang pulang kerja sendiri-sendiri. ini mengingatkan saya akan renungan dulu ketika masih berseragam, saya sempat membatin, akankah saya pernah menjadi bagian dari mereka. dan ternyata, ya. hanya dalam hitungan kurang jari-jari di satu tangan, saya adalah satu dari mereka. Maha Suci Dia yang menentukan jalan hidup kita. biasanya, pekerja2 ini tidak mudah dibedakan satu sama lain. semua terlihat lelah. tapi di sini, totalitas para pekerjanya patut di"cermati" dan diadaptasi sesuai dengan pilihan hidup kita, Islam. sampai2 TODAY newspaper perlu mengingatkan di edisi awal tahunnya: "This Year, Put Family Above Work" :)

cukup mengigau kesanakemarinya, intinya saya berharap kenyataan bahwa saya menemui komunitas yang itu lagi dan itu lagi setiap harinya tidak membuat hati ini menjadi beku dan mata ini menjadi tertutup. bahwa ketika saya masih bisa mengeluarkan $6 untuk makan, masih banyak saudara-saudara di sekitar saya yang tidak dapat membeli beras dan harus minum air hujan. bahwa ada yang hanya hidup dari memakan kacang karena majikannya tidak memberi makan halal. bahwa tiap sujud adalah nikmat sebab ada mereka yang mendamba menghadapNya sedangkan majikannya tidak mengizinkan. Sungguh, ciptaanNya bukan hanya mas berambut spike dan berdasi atau mbak berambut lurus dengan rok mini dan jas rapinya... dan sungguh, ini bukan hanya cerita...

* saya semakin jarang menyapa pagi. begitu saya duduk di kursi MRT atau di kursi bis, saya akan mencoba membaca sedikit, lalu jatuh tertidur. lalu terburu2 mengejar bis atau masuk kantor, untuk kemudian melakukan tugas-tugas yang kecil namun banyak yang mungkin terlihat sepele tapi entah mengapa cukup untuk membuat saya hilang orientasi. sedang angin senja terkadang masih sempat saya temui. rasanya sedikit demi sedikit, sensitifitas saya mulai terkikis. kesibukan dan kemapanan memang merupakan ujian yang tidak ringan. sehari-hari saya hanya di dalam ruangan, dan saya berharap saya tidak kehilangan kiblat. karena saya akan kehilangan segalanya.

dinda mohon diingatkan, saudara-saudaraku....

1 Comments:

Post a Comment

<< Home